Senin, 25 Agustus 2014

Bahayanya Orang Munafik

Munafik itu identik dengan kedustaan, pengkhianatan, penipuan, penyesatan, kedzaliman, kekufuran dan pembangkangan. Karena itu, perbuatan munafik persis dengan tabiat setan yang mengingkari kebenaran, kejujuran dan perbuatan yang haq. 

Bahkan dalam satu sisi orang munafik itu lebih jahat dan lebih ekstrim dibandingkan dengan kejahatan yang dilakukan orang kafir. Orang kafir memusuhi Islam secara transparan, sedangkan yang dilakukan orang munafik adalah menghancurkannya dari dalam dengan menggunakan berbagai topeng agar kejahatan yang dilakukan tidak diketahui.

ALLOH berfirman: “Orang-orang munafik laki-laki dan wanita, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat munkar dan melarang berbuat yang ma’ruf, dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada ALLOH, maka ALLOH melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang yang fasik.” (QS.At-Taubah:67)

Karenanya, orang-orang munafik itu tak henti-hentinya menabur racun dan virus yang merusak umat Islam. Apakah dalam bentuk budaya, ideologi, kegiatan sosial, mode pakaian, iklan atau slogan-slogan yang menyesatkan. Amat banyak peristiwa yang menyedihkan, yang dapat membangunkan bulu kuduk adalah akibat tipu daya mereka yang memotivasi hawa nafsu kepada kebatilan. Itulah akhlak yang tercela yang meruntuhkan keutamaan dalam jiwa, membunuh kreativitas dan mengkikis habis butir-butir kemuliaan sebagai orang yang berakal.

Ibnu Abbas menerangkan, bahwa Rasululloh SAW telah bersabda: “Di akhir zaman nanti akan datang sekelompok manusia yang wajahnya wajah manusia, tapi hatinya hati setan. Sifat mereka sangat buas seperti harimau, tidak terbersit sedikitpun dalam hatinya rasa kasih sayang. Mereka suka membunuh, dan biasa melakukan perbuatan kotor.

Bila didekati, mereka mencintaimu. Tapi bila dijauhi, mereka mengumpat dan membencimu. Bila dipercaya, mereka khianat. Anak-anak kecil di lingkungan mereka sudah terbiasa berhutang, remajanya sudah rusak moralnya, dan kalangan tuanya sangat jahat. Mereka tidak mau lagi melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar. Siapapun yang memuji dan memuliakan mereka akan menjadi orang yang hina, dan siapapun yang meminta sesuatu kepadanya akan menjadi orang fakir. Yang mereka tegakkan adalah bid’ah, dan yang mereka jauhi adalah sunnah Rasul.

Ketika keadaan sudah demikian, maka ALLOH menguasakan mereka kepada pemimpin yang Jahat (Dzolim), dan Do’a mereka tidak lagi dikabulkan oleh ALLOH SWT.”

Ancaman ALLOH itu dikarenakan kejahatan, kedzaliman dan kekufuran yang dilakukan orang-orang munafik itu sudah kelewat batas. Sifat yang sudah membudaya pada orang munafik amat sulit dimusnahkan, karena telah terpatri ke dalam jiwa, berurat dan berakar dalam hatinya. Akibatnya, semua orang akan memalingkan diri. Yang dekat menjadi jauh, kawan menjadi lawan. Keadaan seperti inilah yang dikehendaki orang munafik.

Mu’adz bin Jabal menuturkan, bahwa Rasululloh SAW telah bersabda: “Kelak akan datang kepada umat manusia suatu zaman dimana mereka merusak sunnahku, dengan melakukan bid’ah. Barangsiapa tetap berpegang teguh kepada sunnahku, dia akan dikucilkan. Barangsiapa mengikuti ajaran bid’ah, dia akan mendapatkan lima puluh kawan atau lebih banyak lagi.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasululloh, sesudahku nanti masih adakah orang yang memiliki keistimewaan?” Jawab Rasululloh: “Ya, masih ada.” Para sahabat bertanya lagi: “Adakah mereka masih bertemu denganmu?” Jawab Rasululloh: “Mereka sudah tidak lagi bertemu denganku.” Para sahabat bertanya lagi: “Ya Rasulullah, masih adakah wahyu yang diturunkan kepada mereka?” Jawab Rasululloh: “Sudah tidak ada lagi wahyu yang diturunkan kepada mereka.” Lalu para sahabat bertanya lagi: “Ya Rasululloh, bagaimana keadaan mereka?” Jawab Rasululloh: “Hati mereka rapuh, bagaikan garam dimasukkan ke dalam air.” Para sahabat kemudian bertanya lagi: “Ya Rasululloh, bagaimanakah pola hidup mereka di zaman itu?” Jawab Rasululloh: “Mereka hidup bagaikan ulat yang sangat kecil yang berada dalam cokak.” Para sahabat bertanya lagi: “Ya Rasulullah, terus bagaimana mereka dapat memelihara agamanya?” Jawab Rasululloh: “Ibarat memegang api yang membara. Bila diletakkan, api itu padam, dan bila dipegang, tentu akan membakar dirimu.”

Jadi, di zaman akhir keadaan umat manusia sudah tidak lagi memperhatikan agama. Justru hidup mereka dipenuhi dengan nafsu dan keserakahan. Memegang ajaran agama ibarat memegang api yang membara. Dipegang teguh, banyak mendapat cacian, cercaan, hinaan, dan dijauhi kawan. Tapi, bila dilepas, agama akan hancur, dan kita akan mendapat adzab ALLOH yang lebih besar di akhirat.

Dalam situasi yang demikian, yang paling istimewa adalah orang yang tetap memegang teguh ajaran agama, tanpa harus menjual agama dengan harga keduniaan yang sangat murah.

Zaman sekarang Ormas-ormas dan Para Ahli persatuan dalam partai politik banyak dideklarasikan, padahal tidak sadar bahwa mereka sudah memecah belah umat islam itu sendiri. Bahkan mereka lupa untuk menegakan Hukum ALLOH Al-Syariah Islam, malah mereka mendukung Hukum Thoghut.

Berpolitik tentu tidak ada larangan, namun seharusnya yang dipakai politik yang sudah diterangkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.  Semua orang islam itu adalah bersaudara.

Firman-firman ALLOH untuk renungan bersama. "Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) ALLOH seraya ber-jama’ah (bersatu dengan satu pemimpin), dan janganlah kamu bercerai-berai". (QS.Ali Imran,:103).

"Tali ALLOH - Perjanjian ALLOH" sebagaimana yang terdapat di dalam ayat selanjutnya: "Mereka diliputi kehinaan. di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) ALLOH dan tali (perjanjian) dengan manusia". (QS.Ali Imran,:112).

Khilafah, ber-jama’ah imamah, hidup terpimpin di bawah satu pemimpin (khalifah/imam) adalah yang ALLOH dan Rasul-Nya perintahkan. Ketika perintah ini sampai kepada seorang hamba, maka wajiblah atasnya mencari dan menetapi Al-jamaah yang berada di atas petunjuk, yaitu jamaah yang berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah, dengan sistem kepemimpinan yang mengikuti  jejak Kenabian, yang mengikuti cara Nabi Muhammad Shallallohu ‘Alaihi Wasallam dan para Nabi sebelumnya, serta Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk.

Dan ALLOH memberikan petunjuk melalui dialog tanya jawab antara Rasululloh Shallallohu ‘Alaihi Wasallam dengan sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallohu ‘anhu: “Aku (Hudzaifah) bertanya lagi, ”Apa yang engkau perintahkan kepada kami, jika hal itu menimpaku? Nabi Shallallohu ‘Alaihi Wasallam menjawab, ”Tetapilah jama’ah Muslimin dan imam mereka”. Aku bertanya, ”Lalu, bagaimana jika mereka tidak memiliki jama’ah dan imam”. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, ”Jauhilah semua firqah tersebut, meskipun engkau harus menggigit akar pohon, hingga kematian menjemputmu, sedangkan engkau tetap dalam keadaan seperti itu”. (HR.Bukhari dan Muslim, shahih Muslim dan Ibnu Majah).

Agar terhindar dari percikan kemusyrikan, maka ber-jama’ah-lah dalam Jama’ah Muslimin dan Imam mereka yang mengacu kepada Al-Quran dan As Sunnah, karena ber-jama’ah (hidup terpimpin dengan satu pemimpin) adalah wujud pelaksanaan dari ketauhidan.

ALLOH berfirman: “....Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan ALLOH, Maka mereka itu adalah orang-orang yang Dzalim dan Fasik.” (QS.Al Maidah:45-47) Pimpinan-pimpinan islam di Indonesia sudah berbuat Fasik dan Dzolim. Kita jangan mau mengikuti Pimpinan-pimpinan Islam yang Dzolim dan Fasik.

Karena ALLOH berfirman: “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada ALLOH dan taat kepada Rasul.” Dan mereka berkata; ”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan yang benar.” (Al Ahzab:66-67)

Mengikuti pemimpin selama sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits adalah satu kewajiban. Namun jika menyimpang dan kita mengikutinya, niscaya muka kita dibolak-balikan ALLOH di dalam neraka.
 

Inti dari musibah yang menimpa kaum Muslimin adalah “BERPECAH BELAH”, Berpecah Belah adalah sebab terjadinya musibah-musibah yang ALLOH Subhanahu Wata’ala Jelaskan.

ALLOH Subhanahu Wata’ala berfirman: “Dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan ALLOH, yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (Qs. Ar Ruum : 31-32).
 
BERPECAH BELAH, disamakan oleh ALLOH Ta’ala dengan kemusyrikan, yaitu memecah belah dien yang bermakna memecah pemahaman untuk Islam (Islam Kaafah) menjadi pemahaman atau idiologi kafir, sehingga timbullah pemahaman-pemahaman di bawah ini:

- Islam Nasionalis
- Islam Demokrasi atau Demokrasi Islam
- Jaringan Islam Liberal (Jaringan Iblis La’natullah)
- Islam Pancasila
- Ada lagi yang lebih gila, yaitu  Islam Komunis

Tidak utuhnya arti Islam ini, membuat penolong-penolong dari kelompoknya masing-masing berjuang habis-habisan untuk idiologinya yang kafir itu. Malah ada sebagian dari mereka masih menganggap itu adalah ISLAM, naudzu billahi min dzalik.

Maka, selamatkanlah diri kita, keluarga dan masyarakat dari musibah-musibah di dunia, sebelum ALLOH Subhanahu Wata’ala menimpakan musibah yang besar di hari kiamat.
 

Sabtu, 23 Agustus 2014

Kaedah Penting dalam Memahami Al Qur’an dan Hadits

Umat Islam memiliki modal yang sangat besar untuk bersatu, karena mereka beribadah kepada ilaah (Tuhan) yang satu, mengikuti nabi yang satu, berpedoman kepada kitab suci yang satu, berkiblat kepada kiblat yang satu. Selain itu, ada jaminan dari Allah dan Rasul-Nya, bahwa mereka tidak akan sesat selama mengikuti petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, berpegang-teguh kepada Alquran dan al Hadits. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى {123} وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. (Q.S Thaha: 123, 124).

Dalam menjelaskan kedua ayat ini, Abdullah bin Abbas berkata, “Allah menjamin kepada siapa saja yang membaca Alquran dan mengikuti apa-apa yang ada di dalamnya, bahwa dia tidak akan sesat di dunia dan tidak akan celaka di akhirat.” [Tafsir ath Thabari, 16/225].

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku telah tinggalkan pada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. (Hadits Shahih Lighairihi, H.R. Malik; al-Hakim, al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Dishahihkan oleh Syaikh Salim al-Hilali di dalam At Ta’zhim wal Minnah fil Intisharis Sunnah, hlm. 12-13).

KENYATAAN UMAT

 

Inilah yang menimbulkan keprihatinan, kenyataan yang ada menunjukkan bahwa umat Islam telah berpecah-belah menjadi banyak golongan. Antara satu dengan lainnya memiliki prinsip-prinsip yang berbeda, bahkan kadang-kadang saling bertentangan. Kenyataan seperti ini menjadi bukti kebenaran nubuwwah (kenabian) Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau telah memberitakan iftiraqul ummah (perpecahan umat Islam) ini semenjak hidup beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Walaupun demikian, kita tidak boleh pasrah terhadap kenyataan yang ada, bahkan kita diperintahkan untuk mengikuti syariat dalam keadaan apa saja. Sedangkan syariat telah memerintahkan agar kita bersatu di atas al-haq, di atas Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sahabatnya radhiallahu ‘anhum.

Salah satu hal terpenting untuk menyatukan umat ini ialah, umat harus mengikuti kaidah yang benar dalam memahami al-Kitab dan as-Sunnah.

Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah berkata, “Pada zaman ini, kita hidup bersama kelompok-kelompok orang yang semua mengaku bergabung dengan Islam. Mereka meyakini bahwa Islam adalah Alquran dan as-Sunnah, tetapi kebanyakan mereka tidak ridha berpegang dengan perkara ketiga yang telah dijelaskan, yaitu sabilul mukminin (jalan kaum mukminin), jalan para sahabat yang dimuliakan dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan sebaik-baiknya dari kalangan tabi’in dan para pengikut mereka, sebagaimana telah kami jelaskan di dalam hadits “Sebaik-baik manusia adalah generasiku”, dan seterusnya.

Oleh karena itu, tidak merujuk kepada Salafush Shalih dalam pemahaman, pemikiran dan pendapat, merupakan penyebab utama yang menjadikan umat Islam berpecah-belah menuju jalan-jalan yang banyak. Maka, barangsiapa benar-benar menghendaki, kembalilah kepada al-Kitab dan as-Sunnah, yaitu wajib kembali kepada apa yang ada pada para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, para tabi’in dan para pengikut mereka setelah mereka.” [Manhaj as Salafi ‘inda Syaikh Nashiruddin al Albani, hlm. 27, karya Syaikh ‘Amr Abdul Mun’im Saliim].

RUJUKAN MEMAHAMI NASH

 

Syaikh Dr. Nashir bin Abdul Karim al ‘Aql hafizhahullah menjelaskan kaidah-kaidah dan rujukan dalam memahami nash-nash (teks-teks) Alquran dan al-Hadits di kitab kecil beliau, Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah. Beliau menyatakan, rujukan di dalam memahami al-Kitab dan as-Sunnah adalah nash-nash yang menjelaskannya, juga pemahaman Salafush Shalih dan imam-imam yang mengikuti jalan mereka. Dan apa yang telah pasti dari hal itu, tidak dipertentangkan dengan kemungkinan-kemungkinan (makna) bahasa [Mujmal Ushul Ahlis Sunnah wal Jama’ah fil ‘Aqidah, hlm. 7, Penerbit Darul Wathan].

Alquran dan as-Sunnah, keduanya merupakan wahyu Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga, di antara keduanya sama sekali tidak terdapat pertentangan di dalamnya. Oleh karena itul, cara memahami al-Kitab dan as-Sunnah ialah dengan nash-nash al-Kitab dan as-Sunnah itu sendiri. Karena yang paling mengetahui maksud suatu perkataan, hanyalah pemilik perkataan tersebut.

Para ulama menyebutkan kaidah di dalam memahami dan menafsirkan Alquran sebagai berikut:
  • Menafsirkan Alquran dengan Alquran
  • Menafsirkan Alquran dengan as-Sunnah
  • Menafsirkan Alquran dengan perkataan-perkataan para sahabat
  • Menafsirkan Alquran dengan perkataan-perkataan para tabi’in
  • Menafsirkan Alquran dengan bahasa Alquran dan as-Sunnah, atau keumumam bahasa Arab
Al-Hafizh Ibnu Katsir menyatakan, jalan yang paling benar dalam menafsirkan Al Quran ialah:
  • Alquran ditafsirkan dengan Alquran. Karena apa yang disebutkan oleh Alquran secara global di satu tempat, terkadang telah dijelaskan pula dalam Alquran secara luas di tempat yang lain.
  • Jika hal itu menyusahkanmu [yakni Anda tidak mendapatkan penjelasan ayat dari ayat lainnya, Pen.], maka engkau wajib me-ruju` kepada as-Sunnah, karena ia merupakan penjelas bagi Alquran.
  • Jika tidak mendapatkan tafsir di dalam Alquran dan as-Sunnah, dalam hal ini kita me-ruju` kepada perkataan para sahabat. Mereka lebih mengetahui tentang hal itu, karena mereka menyaksikan alamat-alamat dan keadaan-keadaan yang mereka mendapatkan keistimewaan tentangnya [yaitu hanya generasi sahabat yang menyaksikan turunnya wahyu dan yang menjadi penyebab turunnya. Demikian juga Rasulullah bersama mereka, sehingga para sahabat dapat menanyakan ayat-ayat yang susah difahami. Adapun generasi setelah sahabat tidak mendapatkan hal-hal seperti di atas, Pen.]. Juga karena para sahabat memiliki pemahaman yang sempurna, ilmu yang benar, dan amal yang shalih. Terlebih para ulama sahabat dan para pembesar mereka, seperti imam empat, yaitu khulafaur rasyidin, para imam yang mengikuti petunjuk dan mendapatkan petunjuk, Abdullah bin Mas’ud, juga al-habrul al-bahr (seorang ‘alim dan banyak ilmunya) Abdullah bin Abbas.
  • Jika engkau tidak mendapatkan tafsir di dalam Alquran dan as-Sunnah, dan engkau tidak mendapatinya dari para sahabat, maka dalam hal ini banyak para imam me-ruju` kepada perkataan-perkataan tabi’in, seperti Mujahid bin Jabr, karena beliau merupakan ayat (tanda kebesaran Allah) dalam bidang tafsir. Juga seperti Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah maula Ibnu Abbas, ‘Atha bin Abi Rabah, al-Hasan al-Bashri, Masruq bin al Ajda’, Sa’id bin al-Musayyib, Abul ‘Aliyah, Rabii’ bin Anas, Qatadah, adh-Dhahhak bin Muzahim, dan lainnya dari kalangan tabi’in (generasi setelah sahabat), dan tabi’ut tabi’in (generasi setelah tabi’in). (Perkataan-perkataan tabi’in bukanlah hujjah jika mereka berselisih), namun jika mereka sepakat terhadap sesuatu, maka tidak diragukan bahwa itu merupakan hujjah.
  • Jika mereka berselisih, maka perkataan sebagian mereka bukanlah hujjah terhadap perkataan sebagian yang lain, dan bukan hujjah atas orang-orang setelah mereka. Dalam masalah itu, maka tempat kembali ialah kepada bahasa Alquran dan as-Sunnah, atau keumumam bahasa Arab, atau perkataan para sahabat dalam masalah tersebut. Adapun menafsirkan Alquran semata-mata hanya dengan pikiran (akal), maka (hukumnya) haram.” (Tafsir al-Qur`anul Azhim, Muqaddimah, 4-5).

Adapun kewajiban berpegang sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih, yaitu para sahabat, tabi’in, dan para imam yang mengikuti jalan mereka, maka dalil-dalilnya sangat banyak, antara lain:
Firman Allah Ta’ala,
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya. dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali. (Q.S an-Nisaa` : 115).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya, keduanya itu (yaitu menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Pen.) saling berkaitan. Semua orang yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, berarti dia mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Dan semua orang yang mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, berarti dia menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya.” (Majmu’ Fatawa, 7/38).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
Sebaik-baik manusia adalah generasiku (yaitu generasi sahabat), kemudian orang-orang yang mengiringi mereka (yaitu generasi tabi’in), kemudian orang-orang yang mengiringi mereka (yaitu generasi tabi’ut tabi’in). (Hadits mutawatir, Bukhari, no. 2652, 3651, 6429; Muslim, no. 2533; dan lainnya).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ مِلَّةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً كُلُّهُمْ فِي النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً قَالُوا وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي
Sesungguhnya, Bani Israil telah berpecah-belah menjadi 72 agama. Dan sesungguhnya umatku akan berpecah-belah menjadi 73 agama. Mereka semua di dalam neraka kecuali satu agama. Mereka (para sahabat) bertanya, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Siapa saja yang mengikutiku dan sahabatku.” (H.R Tirmidzi, no. 2565; al-Hakim, Ibnu Wadhdhah; dan lainnya; dari Abdullah bin ’Amr. Dihasankan oleh Syaikh Salim al Hilali di dalam Nash-hul Ummah, hlm. 24).

Berpegang teguh kepada Sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Sunnah (ajaran) para khulafaur rasyidin dan para sahabat inilah solusi di saat umat menghadapi perselisihan, tidak ada jalan lain!

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
Aku wasiatkan kepada kamu untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (kepada penguasa kaum muslimin), walaupun (ia) seorang budak Habsyi. Karena sesungguhnya, barangsiapa hidup setelahku, ia akan melihat perselishan yang banyak. Maka wajib bagi kamu berpegang kepada sunnahku dan sunnah para khalifah yang mendapatkan petunjuk dan lurus. Peganglah, dan giggitlah dengan gigi geraham. Jauhilah semua perkara baru (dalam agama), karena semua perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan semua bid’ah adalah sesat. (H.R Abu Dawud, no. 4607; Tirmidzi, 2676; ad-Darimi; Ahmad; dan lainnya dari al-‘Irbadh bin Sariyah).

Jika suatu istilah telah jelas maknanya menurut al-Kitab, as-Sunnah, sesuai dengan pemahaman para ulama Salaf, atau telah terjadi ijma`, maka seorang pun tidak boleh menyelisihinya dengan alasan makna bahasa.
Sebagai contoh, istilah rasul, secara bahasa artinya orang yang diutus. Sedangkan menurut istilah syara’ -menurut al-Kitab dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman ulama- rasul adalah seorang manusia, laki-laki, diberi wahyu syariat (yang baru), dan diperintah untuk menyampaikan kepada umatnya (orang-orang kafir). Dan rasul yang terakhir adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam [lihat: ar-Rusul war-Risalat, hlm. 14, 15, Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar; Al-Irsyad ila Shahihil Itiqad, hlm. 203, Syaikh Shalih al Fauzan].

Namun, ada sebagian orang yang menyimpang memiliki anggapan bahwa setiap mubaligh adalah rasul, dan rasul tetap diutus sampai hari Kiamat. Alasan yang dikemukakan ialah, karena secara bahasa, rasul artinya orang yang diutus. Pemahaman seperti ini adalah bid’ah, sesat dan menyesatkan [penulis pernah ikut membantah seorang mubaligh dari Gemolong, Sragen, Jawa Tengah, yang mengaku sebagai rasul. Dia beralasan, rasul artinya ialah orang yang diutus. Sedangkan orang ini mengaku sendiri, bila ia tidak mengerti bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya! Lihat juga Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, hlm. 32, Hartono Ahmad Jaiz].

Contoh lainnya, seperti istilah qurban, secara bahasa artinya mendekat, atau semua yang digunakan untuk mendekatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala [lihat Mu’jamul Wasith, Bab ق ر ب]. Sedangkan menurut istilah syara’, menurut al-Kitab dan as-Sunnah -sesuai dengan pemahaman ulama- qurban adalah binatang ternak yang disembelih pada hari raya qurban (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyrik untuk mendekatkan diri kepada Allah [Al-Wajiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitabil Aziz, hlm. 405, Syaikh Abdul ‘Azhim al Badawi, Penerbit Dar Ibnu Rajab, Cet. 3, Th. 1421H/2001M]. Tetapi, Kelompok al-Zaitun, dengan alasan arti qurban secara bahasa, kemudian mengusulkan dan mempraktekkan qurban dengan bentuk uang untuk membangun sarana pendidikan, dan manganggapnya sebagai qurban yang optimis dan berwawasan masa depan. Pemahaman seperti ini adalah bid’ah, sesat dan menyesatkan [lihat Aliran dan Paham Sesat di Indonesia, hlm. 48, Hartono Ahmad Jaiz].

Ini sebagian contoh kasus tentang kesalahan memahami istilah agama Islam, karena semata-mata me-ruju` kepada arti bahasa. Kasus seperti ini sangat banyak. Semua ini menyadarkan kita tentang perlunya memahami al-Kitab dan as-Sunnah sesuai dengan pemahaman Salafush Shalih. Tentu pemahaman tersebut melalui para ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah, atau para ustadz yang dikenal kelurusan aqidah dan manhaj mereka, serta amanah mereka dalam menyampaikan ilmu agama. Hal itu dapat secara langsung berguru kepada mereka, atau lewat tulisan, kaset, dan semacamnya.

Semoga ALLOH selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran. Nas-alullooha asSalamah wal afiah, kita memohon kepada ALLOH keselamatan dan kebaikan... Aamiin.

Minggu, 03 Agustus 2014

"Akan Muncul Seorang Mujadid atau Khalifah Setiap Seratus Tahun"

Rasululloh bersabda: "Akan muncul seorang Mujadid/Khalifah setiap seratus tahun". Masa terakhir Khalifah umat Islam telah berlalu 91 tahun yang lalu yaitu tahun 1924, jadi InsyaAlloh tinggal menunggu beberapa tahun lagi akan muncul Khalifah.

Dari Imam-Imam hadith yang lain seperti Abu Daud, alBaihaqi, al-Hakim, matannya:

إن الله يبعث لهذه الأمة على رأس كل مائة سنة من يجدد لها دينها

terjemahnya: "Sesungguhnya ALLOH akan mengutus kepada ummat ini seorang mujaddid terhadap agamanya setiap 100 tahun." (al-Albani, sahih Sunan Abu Daud, # 4291).

Manakala hadith Nabi Isa dan Imam Mahdi itu adalah tanda-tanda menjelang akhir dunia atau amat dekatnya Qiamat. Adapun hadith mujaddid setiap 100 tahun ini adalah putaran tajdid (baik pulih) umat Islam dalam bentuk kefahaman, keimanan dan pelaksanaan Islam.

Contoh Mujaddid/Khalifah ialah Umar bin Abdul Aziz, Imam Syafi'iy, Syaikhul Islam Ibn Taymiyah, Syaikhul Islam Ali Syawkani.(al-Qardhawi, Tajdid fii Dhou'asSunnah (Pemurnian Agama menurut Sunnah), Majalah Markaz alBuhuth asSunnah, University Qatar, ms 29).

Firman ALLOH SWT: “Bertanyalah kamu kepada ahli zikir jika kamu tidak mengetahui.” Untuk menyelamatkan umat Islam, dengan rahmat dan kasih sayang ALLOH, setiap awal kurun, ALLOH kirimkan kepada umat Islam ini ulama besar yang bertaraf mujaddid (pembaharu). Rasululloh saw pernah bersabda: ‘Sesungguhnya ALLOH akan mengutus pada umat ini (umat Rasululloh) setiap awal 100 tahun seorang mujaddid yang membaharui urusan agamanya. ” Mujaddid berasal dari perkataan jaddada yujaddidu, tajdidan, mujadidun, mujaddidun Jaddada: dia telah membaharui yujadidu: dia sedang atau akan membaharui tajdidan: pembaharuan mujadidun: orang yang membawa pembaharuan Mujaddid maknanya orang yang membawa pembaharuan. Mujaddid itu bahasa Arab, dalam bahasa Inggeris dikatakan “Reformer” yang artinya Pembaharu. Apakan maksud memperbaharui urusan agama? Adakah dia membaharui isi Al Quran, atau isi Hadis atau isi Islam? Tidak. Ia tetap membawa Al Quran, Hadis dan akhlak Islam, isi yang lama yang pernah dibawa oleh Rasululloh

Mujaddid artinya Pembaharu, yaitu orang yang memperbaharui agama atau orang yang ditugaskan ALLOH untuk mengadakan pembaharuan dalam Islam.

Bahwa Mujaddid itu dibangkitkan ALLOH SWT


Menurut Firman ALLOH SWT, Mujaddid itu diangkat oleh ALLOH sendiri, bukan diangkat oleh manusia. Kadang-kadang, atau bahkan umat manusia pada awalnya menentang dan memusuhinya. Hal ini secara umum mudah dapat dimaklumi. Bahwa apabila suatu kebiasaan yang buruk telah dianggap biasa, orang tidak mampu memisahkannya dengan yang haq, sehingga seorang Mujaddid dalam mengutarakan kebenaran biasanya akan mendapatkan tantangan-tantangan.

Perhatikanlah dalam Quran Suci, Surat 24: 55,

ALLOH berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan berbuat baik, bahwa Ia pasti akan membuat mereka penguasa di bumi sebagaimana Ia telah membuat orang-orang sebelum mereka menjadi penguasa, dan bahwa Ia akan menegakkan bagi mereka agama mereka yang telah Ia pilih, dan bahwa Ia akan memberi keamanan sebagai pengganti setelah mereka menderita ketakutan. Mereka akan mengabdi kepada-Ku, dan tak akan menyekutukan Aku dengan apapun. Dan barang siapa sesudah itu tidak terima kasih, mereka adalah orang yang durhaka. ( QS.24: 55 )

Dibangkitkan pada permulaan abad

Tanda yang kedua adalah bahwa Mujaddid itu dibangkitkan pada permulaan tiap-tiap abad, karena pada tiap akhir abad Islam mengalami kemunduran, atau kerusakan, atau kekacauan. Hal ini sesuai dengan isyarat Quran Suci ba
hwa ’lailatul Qadr’ itu lebih baik dari seribu bulan ( QS 97: 3 ) Ayat ini mengisyaratkan bahwa setelah seribu bulan, terjadilah kegelapan yang menimpa dunia Islam, kemudian Allah menurunkan ’lailatul Qadr’ atau wahyunya yang cemerlang yang menyinari kegelapan itu ( QS 97: 4-5 )

Sesungguhnya ALLOH akan selalu membangkitkan pada umat Islam ini pada tiap-tiap permulaan abad seseorang yang akan memperbaiki agamanya baginya ( Hadis riwayat Abu Daud )

Sesungguhnya ALLOH memberi nikmat kepada ahli din-Nya pada setiap akhir seratus tahun dengan seorang dari ahli rumahku ( ahli bait ) yang akan menjelaskan kepada mereka urusan din mereka ( Berkata Ahmad bin Hambal, dalam sebuah Hadis )

Tugas seorang mujaddid adalah mengembalikan iman yang telah luntur atau telah hilang atau menghilang dari dada kaum muslim agar iman kembali lagi kepada pemiliknya, dengan cara yang sebaik-baiknya. Dengan demikan pemiliknya dapat bergerak dan hidup baru kembali. Pemiliknya dapat berjuang menegakkan Islam dengan kokoh, oleh karena iman yang hilang telah kembali lagi kepada pemiliknya. Seorang yang beriman mantap, pasti berjuang dengan keyakinan yang tinggi untuk menegakkan Kalimah Thoyibah, La ilah ha Ilallah Muhammad dur Rasululloh secara comprehensive integral, secara holistik, utuh menyeluruh, lengkap, dalam upaya-upaya menegakkan tata kehidupan yang indah, baik pada dirinya dan juga di masyarakat, sesuai dengan zamannya.

Fungsi Mujaddid adalah melakukan tajddid, melakukan pembaharuan, membersihkan polusi atau kotoran-kotoran yang merusak iman. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Mujaddid adalah seorang yang bertugas untuk memperbaharui pemahaman-pemahaman agama yang telah mengalami banyak polusi yang diakibatkan oleh ulah manusia. Berkat tugas yang dilaksanakan Mujaddid, Quran Suci, Sunah Nabi maupun Hadis Nabi tetap relevan dalam menjawab tantangan-tantangan zaman.

Sekali lagi, yang mengangkat seseorang menjadi mujaddid adalah ALLOH SWT.

Bila ALLOH mengangkat seseorang menjadi mujaddid. kita sebagai umat Islam harus meminta di baiat pada mujaddid.

Makna bai’at itu sendiri adalah sumpah setia dengan suatu kepemimpinan. Sehingga ada jalinan hubungan yang kuat antara yang memimpin dan ya
ng dipimpin. Dengan prosesi bai’at terjalinlah ikatan hukum berupa hak dan kewajiban serta tanggung jawab kedua belah pihak secara adil dan proporsional. Adanya hak dan kewajiban ini merupakan hasil dari bai’at.

Bai’at lebih merupakan pernyataan komitmen spiritual secara formal di depan mursyid untuk menjalani hidup yang benar dan lurus. Bai’at dapat menjadi terapi kaget (shock theraphy) menuju untuk hijrah kepada susasana batin yang baru dan memberikan motivasi berkomitmen dalam kehidupan yang benar. [Orang yang baru saja melakukan ikrar bai’at secara simbolis dianggap seperti terlahir kembali (reborn) dari kehidupan kelam sebelumnya yang tanpa petunjuk dan bimbingan. Suasana batin bagaikan kondisi bayi yang baru dilahirkan ke dunia ini, bahagia, cerah, bersih dari dosa dan lepas dari beban masa lalu.]
 
 

Wallohu' Alam. 

KEBERKAHAN NEGERI SYAM

Setelah mengikuti perkembangan Mujahid Syam mulai awal Revolusi sampai sekarang, kemudian baca beberapa Al-Qur'an dan Hadist, Mengkaji dan Tawaquf, ALLOH perlahan-lahan telah memperlihatkan mana yang Haq dan mana yang Bathil. Sesunggungnya Tentara Daulah Islamiyah lah di atas kebenaran.

Banyak dalil-dalil yang menyatakan tentang keberkahan negeri Syam baik dalam Al Quran maupun dalam Hadits Nabi Muhammad SAW.

Al-Qur’an:
 

ALLOH berfirman: “Dan Kami selamatkan Ibrahim dan Luth ke sebuah negeri yang Kami telah memberkahinya untuk sekalian manusia.” (QS Al Anbiya:71)

Negeri Syam, termasuk di dalamnya Palestina. ALLOH memberkahi negeri itu, artinya kebanyakan Nabi berasal dari negeri ini dan tanahnya pun subur. Ibnu Katsir berkata “ALLOH memberitahukan tentang Ibrahim yang diselamatkan dari api buatan kaumnya dan membebaskannya dari mereka dengan berhijrah ke Negeri Syam-tanah suci.”

ALLOH berfirman: “Dan (telah Kami tundukkan) untuk Sulaiman angin yang sangat kencang tiupannya yang berhembus dengan perintahnya ke negeri yang Kami telah memberkatinya. Dan adalah Kami Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al Anbiya:81)

ALLOH berfirman: “Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam dan siang hari dengan aman.” (QS Saba:18)

Hadits

Nabi SAW bersabda “Pergilah ke Syam karena itulah bumi ALLOH yang paling baik. ALLOH memilih manusia terbaik hidup disana. Jika kalian tidak hendak pergi ke sana (Syam) maka pergilah ke Yaman dan minumlah dari aliran sungainya.” [Sunan Abi Dawud; Musnad Ahmad; Shahih Ibn Hibban, 16:295; al Hakim, al-Mustadrak, 4:510; al Bayhaqi, sunan al-Kubra, 9:179]“

‘Abd Allah ibn ‘Amr ibn al-‘Ash meriwayatkan, Nabi bersabda: “Akan datang suatu masa ketika semua orang beriman pasti akan pergi ke Syam.” [Al-Hakim, Al Mustadrak 'Ala Shahihain 4:457. Adz Dzahabi menyepakati sebagai hadits shahih berdasar syarat al-Bukhari dan Muslim]

Ali bin Abi Thalib meriwayatkan, Nabi bersabda: “Janganlah mengutuk orang-orang Syam tetapi kutuklah ketidakadilan mereka sebab sesungguhnya di antara mereka ada para abdal (penerus kekasih ALLOH)” [At Thabrani dalam al-Awsath, Abu Nu'ayim, dan Ibn 'Asakir]

Rasululloh bersabda: “Para penerus abdal ada di Syam dan mereka berjumlah 40 orang, setiap kali salah seorang diantara mereka meninggal dunia ALLOH akan gantian mereka dengan yang lain” [HR.Ahmad dalam Musnad dan Fadha'il al-Shahabah, 2:906, dengan sanad shahih, Al-Shakhawi dalam al-Maqashid, al-Haytsami dalam Majma 'al-Zawa'id, al-Munawi dalam Faydh al-Qadir, al-Suyuthi dalam Khabar al-Dall]

Doa Nabi “Ya ALLOH, berkahi setiap takaran sha’ dan mudd kami! Berkahi kami di Mekkah dan Madinah! Berkahi kami di Syam dan Yaman” [al-Thabrani, al-Kabir, 12:84, hadits ke-12.553, al-Haytsami, Majma 'al-Zawaid, 3:305, Abu Nu'aym al Hilyah, 6:133]

Rasululloh bersabda: “Pada akhirnya umat Islam akan menjadi pasukan perang: satu pasukan di Syam, satu pasukan di Yaman, dan satu pasukan lagi di Iraq. Ibnu Hawalah bertanya: Wahai Rasululloh, pilihkan untukku jika aku mengalaminya. Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam: Hendaklah kalian memilih Syam, karena ia adalah negeri pilihan ALLOH, yang ALLOH kumpulkan di sana hamba-hamba pilihan-Nya, jika tak bisa hendaklah kalian memilih Yaman dan berilah minum (hewan kalian) dari kolam-kolam (di lembahnya), karena ALLOH menjamin untukku negeri Syam dan penduduknya.” (HR.Imam Ahmad)

SYAM, YAMAN, DAN IRAQ- Sekarang Semuanya Basis Daulah Islamiyah. Penduduk Syam senantiasa berada di atas al-haqq yang dominan hingga datang Kiamat.

Rasululloh bersabda: “Sebagian umatku ada yang selalu melaksanakan perintah ALLOH, tak terpengaruh orang yang mencela dan tidak pula orang yang berseberangan hingga datang keputusan ALLOH, dan mereka senantiasa dalam keadaan demikian. Mu’adz berkata: dan mereka ada di Syam.“ (HR.Bukhari).

Feeling Saya memilih di dearah Suryah dan Palestina...!! Negara yang disebut di awal sedang mengalami masa-masa yang dalam melawan kekejaman Yahudi Laknatulloh dan Rezim Bashar al-Assad.

Kejayaan Islam pasti akan datang karena itulah janji ALLOH.
Walloohu' Alam...

Sabtu, 02 Agustus 2014

STEMPEL SURAT NABI MUHAMMAD SAW

Barangkali banyak diantara Umat Islam yang bertanya-tanya dari mana asal Simbol ini..!!?? 

Simbol ini bukan Simbol Terroris yang sebagaimana pernah dilansir oleh salah satu Media Indonesia "The Jakarta Post" berbahasa Inggris beberapa waktu yang lalu. Ini "Simbol Stempel Kebesaran Islam" yang digunakan oleh Nabi kita Muhammad shallallohu 'alaihi wasallam dan harus tetap mendapatkan penghormatan sepanjang masa. 

Mari kami mengajak semua Umat Islam untuk menggunakan Simbol tersebut sebagai Profile atau Banner Header Medsos kita, yaitu sebagai bentuk penghargaan kita kepada Nabi Muhammad shallallohu 'alaihi wasallam, sekaligus perlawanan terhadap semua usaha Penjatuhan atau Penghinaan Image atas Simbol-simbol Keagungan Islam dimasa lalu.

  Bukti Surat Nabi Muhammad SAW
Berikut ini beberapa gambar hasil foto surat-surat Nabi Muhammd SAW kepada Raja Muqauqas, Mesir. (Lihat simbol stempel yang di pakai oleh Rasululloh)


















                                                                                                                  
Bukti Surat Nabi Muhammad SAW.

Berikut ini beberapa gambar hasil foto surat-surat Nabi Muhammad SAW. Surat Nabi yang dikirimkan kepada Hiroqla (Heraklius), pembesar Romawi.

Lihat simbol stempel yang di pakai oleh Rasululloh dalam lingkaran berwarna merah.

 Surat kepada Gubernur Al-Munzir bin Sawa - Bahrain

Nabi Muhammad s.a.w mengutus risalah kepada al-Munzir bin Sawa pemerintah Bahrain, menyeru beliau untuk memeluk agama Islam. Rasululloh s.a.w memilih al-’Ala’ bin al-Hadhrami untuk menyampaikan risalahnya itu, sebagai jawaban al-Munzir telah menulis kepada Rasululloh s.a.w seperti berikut;

"Ada pun setelah itu wahai Rasululloh, sebenarnya telah ku baca bingkisan tuan hamba itu kepada penduduk Bahrain, di antara mereka berminat untuk masuk Islam dan kagum dengannya dan sebagian yang lain membencinya, di bumi ku ini terdapat penganut Majusi dan Yahudi, maka berlaku sesuatu hal di sini mengenai seruan tuan hamba itu."

Rasululloh s.a.w membalas kembali kepadanya: “Dengan nama ALLOH Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang ” Dari Muhammad Utusan ALLOH kepada al-Munzir bin Sawi salam atas kamu. Maka sesungguhnya kepada Engkau ALLOH, aku memuji yang tiada Tuhan selainNya dan aku mengaku bahwa Muhammad adalah hambaNya dan pesuruhNya, adapun setelah itu aku mengingatkan kau dengan ALLOH Azzawajala, maka sesungguhnya barangsiapa yang menasihat sebenarnya beliau menasihati dirinya, dan barangsiapa yang mentaati ku dan barangsiapa yang menasihatkan mereka berarti telah menasihatiku. Sebenarnya para utusan ku telah memuji kau dengan baik, sesungguhnya melalui kamu aku memberi syafaat ku kepada kaum kamu, oleh karena itu biarlah kaum muslimin dengan kebebasan mereka dan pengampunan kamu terhadap kesalah-kesalahan, maka terimalah mereka. Sekiranya kamu terus soleh dan baik maka kami tidak akan memecatkan kamu dari tugas dan barangsiapa yang masih dengan pegangan Yahudi atau Majusinya mereka wajib membayar Jizyah.

Beberapa surat-surat yang ditulis oleh Nabi Muhammad SAW

Surat-Surat Kepada Maharaja-Maharaja, Raja-Raja, Pemerintah-Pemerintah, Wazir-Wazir, Gubernur-Gubernur Dan Lain-Lain

1- Surat Kepada Negus, Raja Habsyah
2- Surat Kepada Abu Sufian
3- Surat Kedua Kepada Raja Habsyah
4- Surat Ketiga Kepada Raja Habsyah
5- Surat Kepada Kaisar Heraklius
6- Surat Kepada Khusro Perwez, Maharaja Farsi
7- Surat Kepada Hurmuz
8- Surat Kepada Wazir Mesir
9- Surat Kepada Hauza Bin Ali, Gubernur Yamamah
10- Surat Kepada Haris Ghassani, Raja Damishq (Damsyik)
11- Surat Kepada Munzir Bin Sawa, Gubernur Bahrain
12- Surat Kedua Kepada Munzir
13- Surat Kepada Jaifer Dan 'Abd, Raja Oman
14- Surat Kepada Jaifer Waris As'hama Negus
15- Surat Kepada Raja-Raja Himyar
16- Surat Kedua Kepada Raja-Raja Himyar
17- Surat Kepada Farwah, Gubernur Ma'an
18- Surat Kepada 'Amr Bin Hazm Ansari, Gubernur Yaman
19- Surat Kepada Ukaidir, Pemerintah Dumatul Jandal

Surat-Surat Dan Perintah Yang Dikirim Kepada Amir, Pemimpin Dan Ketua-Ketua Berbagai Kabilah Dan Individu

1- Surat Kepada Pope Rom
2- Surat-Surat Kepada Yahudi Khaibar
3- Surat Kepada Budail Bin Waraqa
4- Surat-Surat Kepada Puak Aslam
5- Surat Kepada Penduduk Persekitaran Tihama
6- Surat Kepada Khalid Bin Zimadul Azdi
7- Surat Kepada Hilal Bin Umayyah, Amir Bahrain
8- Surat Kepada Usaibukht Bin Abdullah, Amir Hajar
9- Surat Kepada Bani Abdullah
10- Surat Kepada Nahshall Bin Malik, Amir Bani Va'il
11- Surat Kepada Rifa'ah Bin Zaid Juzami
12- Surat Kepada Bani Asad
13- Surat Kepada Amir-Amir Aqabah
14- Surat Kepada Penduduk Maqna
15- Surat Kepada Penduduk Azruh
16- Surat Kepada Amir Hamdan
17- Surat Kepada Khalid Bin Al-Walid
18- Surat Kepada Musailamah Al-Kazzab (Si Penipu)
19- Surat Kepada Muaz Bin Jabal R.A.
20- Surat Kepada Jin
21- Surat Kepada Zul Ghussa Qais
22- Surat Kepada 'Amr Bin Ma'abad Al-Juhani
23- Surat Kepada Bani Zuhair
24- Surat Kepada Suhail Bin Amr
25- Surat Kepada Puak Khas'am
26- Surat Kepada Zamal Bin 'Amr Aluzri.
















Bisa jadi cincin Rasululloh di atas berfungsi juga sebagai Stempel.

"Cincin Rasululloh" Di jaman Nabi, hanya nabi mungkin yang mengibarkan bendera dalam bentuk ‘CINCIN KENABIAN” yang menjadi legalisasi surat surat Rasululloh kepada negara negara Asing dan raja raja non Muslim. Sekaligus sebagai pengibaran bendera Rasululloh dan lambang kebangkitan Islam waktu.  Melalu proses telaah sejarah terhadap sejarah kebangkitan Islam abad pertama yang menggunakan Cincin Rasululloh sebaga legalisasi dakwah nubuwah.

Walloohu A'lam .......